Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah seorang ulama sufi. Gelarnya adalah Sultan al-Auliya (Rajanya para Wali). Al-Jailani dilahirkan di desa Naif, negeri Jailian. Sebuah desa terpencil yang ada di belakang Tabaristan, Iran. Al-Jailani lahir pada tanggal 1 Ramadhan 470 H /1077 M. Pengertian tasawuf menurut Jailani adalah percaya kepada yang Haqq (Allah) dan berperilaku baik kepada makhluk. Bagi Jailani tasawuf dibangun atas 8 pilar : dermawan, ridha, sabar, memperbanyak ibadah, mengasingkan diri atau ‘uzlah, kebersihan hati, hijrah dan kefakiran.
Tafsir al-Jailani diterbitkan oleh Markaz al-jailani li al-Buhus al-Ilmiyyah tahun 2009. Penisbatan tafsir ini menjadi paradoks karena terdapat beberapa perbedaan pandangan yang menyebutkan tidak adanya kitab tafsir yang secara utuh karya al-jailani. Tetapi menurut Taha Zaidan yang di kemukakan oleh Khairudin al-Zirkili (1893-1976) dalam al-A’lam. Ia mengatakan bahwa tafsir al-Jailani yang memiliki nama tafsir al-Fawâtih al-Ilahiyah wa al-Mafatih al-Ghaibiyah al-Muwaddihah Li al-Kalim al-Qur’aniyyah wa al-Hikam al-Furqoniyyah adalah karya Ni’matullah bin Mahmud al-Nakhjawani. Keterangan yang sama diberikan oleh Haji Khilafah dalam Kasyf al-Zunnun dan Hidayah al-’Arifin karya al-Babani. Menurut kedua sumber tersbut bahwa al-Fawâtih al-Ilahiyah wa al-Mafatih al-Ghaibiyah, ditulis oleh al-Nakhjawani berdasarkan pancaran-pancaran cahaya sufistik dan tanpa merujuk pada referensi apapun.
Sumber
penafsiran al-Jailani adalah bil Isyari, yakni mentakwilkan ayat-ayat al-Qur’an
yang berbeda dengan makna lahirnya karena ada isyarat tersembunyi yang hanya
bisa di ketahui oleh ahli suluk atau tasawuf. Jailani dalam sumber tafsirnya tidak mengutip pendapat orang lain
kecuali dari Sayyiidina Ali r.a, Ibnu Abbas, DLL. Jadi tafsir ini tergolong
isyari meskipun tidak semua ayat dalam surat al-Qur’an ditafsiirkan secara
isyari.
Metode yang digunakan Jailani adalah
metode Ijmali, yakni menafsirkan secara global. Karena metode tersebut
interpretasi terhadap ayat-ayat al-Qur’an tidak akan meluas dan panjang lebar.
Terkadang Jailani juga menggunakan metode penafsiran Bayani. Yakni, metode
dengan cara menafsirkan ayyat al-Qur’an hanya dengan memberikan keterangan secara deskriptif tanpa
membandingkan riwayat dan memberikan pentarjihan sumber. Corak
penafsiran al-Jaliani bercorak sufistik. Corak tasawuf pada al-Jailanii
sangatjelas dalam menjelaskan, bahkan hampir semua ayat yang ditafsirkan selalu
dikaitkan dengan ketauhidan karena amenjadi pokok ajaran tasawuf.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak dan santun, karna komentar yang membangun dapat membuat penulis menjadi lebih baik kedepannya.